BLOG KESEHATAN , KAMAR OPERASI , TIP SEHAT dan HIBURAN

Sabtu, 05 Maret 2011

Mencegah Infeksi di Kamar Operasi

Sebuah kamar operasi bisa jadi me­rupakan ruangan paling istimewa di rumah sakit. Pengelolaannya bi­sa dibilang paling khusus diban­ding ruangan lain pada umumnya. Di tempat itu segala tindakan invasif bisa dilakukan terhadap tubuh manusia. Untuk menjamin tindakan operasi berjalan de­ngan lancar dan meminimalisir faktor-faktor pengganggu, maka perlu dilakukan pe­ngendalian kamar operasi yang baik.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kamar operasi, kerja sama yang baik sangat diperlukan oleh para personelnya, baik dokter, perawat, anestesi maupun per­­sonel kamar operasi lainnya. Untuk me­­­­ningkatkan kompetensi para perawat ka­mar bedah, bulan Mei yang lalu di­ada­kan workshop tentang pengelolaan kamar operasi dan tindakan aseptis untuk para perawat kamar bedah di lingkup Indonesia timur yang diselenggarakan di RS Hu­sada Utama Surabaya. Panitia workshop ini diketuai oleh Turkanto, S.Kep. Ners yang merupakan kepala perawat di Ge­dung Bedah Pusat Terpadu RSU Dr Soetomo.
Kamar operasi bisa menjadi tempat yang mudah menularkan infeksi dari dan ke penderita. Penularan infeksi yang terjadi tergantung dari dosis kuman, ke­ren­tanan individu, waktu kontak, virulensi agen infeksi, dan berbanding terbalik de­ngan daya tahan tubuh. Menurut Prof. Djo­ko Roeshadi SpB., SpOT dari RSU DR Soe­tomo Surabaya yang juga merupakan nara sumber Farmacia kali ini, infeksi me­ru­pakan interaksi antara host, agent dan environment. Keterangan tentang sumber infeksi ditambahkan pula menurut Prof. Dr. dr. Bambang Prijambodo, Sp.B., Sp.OT, sumber infeksi bisa berasal dari per­sonel kamar bedah, alat dan bahan pe­nunjang pembedahan, lingkungan pem­be­dahan dan pasien yang akan dibedah. Me­kanisme infeksi bisa terjadi dengan ber­bagai cara, yaitu langsung, tidak langsung, airborne dan vectorborne atau me­la­lui vektor (perantara).
Pencegahan dan pe­ngendalian pada prin­sip­nya adalah mengandung unsur me­lakukan eliminasi agen dan re­ser­voir, meng­­hambat pe­nularan infeksi, dan me­lindungi host dari infeksi. Kamar operasi yang kurang terjaga ke-aseptisannya akan ber­dampak pada infeksi luka operasi pa­da pa­sien yang bisa diketa­hui pasca ope­rasi. Penerapan teknik aseptik diharapkan dapat meng­­hindarkan pasien dari in­feksi luka ope­rasi. Dengan demikian saat pasca operasi, hari ra­wat inap menjadi le­bih pendek. Pemendekan hari rawat inap bisa me­mang­kas biaya perawat­an pasien. Dan hasil operasi yang baik akan meng­hin­darkan rumah sakit dari tuntutan hu­kum akibat ketidak­puas­an pasien dan ke­luar­ga­nya. Pengendalian meli­puti faktor-faktor meli­puti sumber daya manusia, sa­ra­na, dan ling­ku­ngan. Para pengguna ka­­mar ope­­rasi ha­ruslah SDM yang taat pa­da pro­sedur standard ope­rasi dan tram­pil. Pe­ra­wat da­lam hal ini ada­lah mitra ker­ja dok­ter, bu­kan pem­bantu dokter. Dok­ter de­ngan dibantu perawat ha­rus bi­sa me­lak­sanakan pembedahan secara ce­pat dan atraumatik. Jum­lah petugas yang be­ra­da di kamar ope­rasi saat du­rante ope­rasi tidak boleh terlalu crowded. Cukup 2 orang ahli anestesi yang terdiri dari dokter anestesi dan perawat anestesi, tiga orang ahli bedah yang terdiri dari operator, asisten I dan asisten II, instrumentator dan omloop yang merupakan perawat bedah. Gedung dan ruangan be­dah harus dirancang secara khusus yang merupakan ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang bersih dan tidak ber­hu­bungan de­ngan udara luar. Ruangan ha­rus lengkap de­ngan pembagian areal yang sistematis me­nurut arus penderita dan petugas. Ge­dung bedah juga harus memiliki kualitas yang baik sehingga tahan lama. Permu­ka­an dinding gedung haruslah mudah di­ber­sihkan sehingga kebersihan dan keaseptisan ruangan dapat terjaga.
Berikut adalah gambar denah batasan areal yang berada di dalam gedung bedah menurut derajat keaseptisannya.
Daerah semi publik ditempati oleh orang-orang yang tidak langsung kontak ke lap, operasi (ahli anestesi, omloop). Daerah aseptis -2 digunakan untuk meletakkan alat-alat anestesi dan alat-alat roentgen bila ada. Daerah aseptis -0 digunakan untuk meletakkan kasa, kain steril, dan perban dan alat-alat bedah. Jaringan yang dibuang juga diletakkan di tempat itu. Orang-orang yang berhubungan de­ngan pembedahan yaitu ahli bedah, pe­rawat instrumentator berada di daerah aseptis-0.
Alat dan bahan yang habis dipakai ha­rus selalu disimpan dalam keadaan steril dan alur masuk serta keluar yang berbeda. Petugas yang masuk dan keluar harus ada alur khusus. Petugas yang masuk ka­mar operasi harus berganti pakaian yang ber­sih di kamar ganti dulu. Kemudian me­nuju ruang semi publik dan baru masuk ruang aseptis. Untuk keluar juga harus de­mikian, baju untuk digunakan dalam ka­mar operasi tidak boleh dipakai di luar. Ske­manya seperti yang dijelaskan dalam gambar.
(Lihat gambar 2)
Demikian pula dengan alur penderita, penderita yang akan masuk kamar ope­rasi harus transit dulu di ruang transisi. Kemudian baru masuk ruang preoperasi, setelah selesai dipreoperasi, pasien di­ma­sukkan ke kamar operasi. Pasca ope­rasi pasien dibawa ke recovery room hingga kesadarannya pulih. Skema dijelaskan dalam gambar. (Lihat gambar 3)
Alur alat-alat steril mulai dari suplai masuk melalui pintu masuk dan disimpan di depo (ruang pembagian alat). Setelah digunakan di kamar operasi, alat dan in­strumen steril diletakkan di tempat pe­ngumpulan pembuangan dan selanjutnya disterilisasi di CSSD.
 
(Lihat gambar 4)
Untuk menjaga kebersihan dan kesteri­l­an kamar operasi, pengendalian lingku­ngan harus sesuai prosedur. Pintu kamar operasi harus selalu menutup. Ventilasi ka­mar operasi diatur searah. Udara ber­sih mengalir dari atas dan dikeluarkan ke ba­wah. Pergantian udara sebesar 25 x vo­lu­me ruangan per jam, 3 diantaranya ada­lah "fresh air". Kamar operasi diatur de­ngan tekanan positif. Suhu tidak boleh lebih dari 240 C. Jika lebih dari itu, kulit pa­sien yang ditutup handuk steril akan cende­rung berkeringat sehingga memung­kinkan peningkatan jumlah kuman dalam pori-pori kulit. Kelembaban udara ruangan ti­dak boleh lebih dari 50%, karena jika le­bih, jamur akan mudah tumbuh. Alat ope­ra­si dilakukan pencucian (cleaning) - (de­kon­taminasi) – sterilisasi. Pembersih­an ka­mar operasi dilakukan saat antara 2 operasi. Setiap hari kamar operasi harus selalu dibersihkan, walau tidak terpakai. Pembersihan besar dilakukan 1 minggu se­kali. Urutan pembersihan mulai dari tem­pat yang bersih baru menuju tempat kotor. Pemisahan barang terkontaminasi dengan bahan infeksius dan diberi tanda, ter­masuk kasus dengan hepatitis/HIV. Ti­dak dianjurkan meletakkan alas basah / lengket di jalan masuk kamar operasi. Lam­pu ultra violet juga tidak dianjurkan me­nembus kamar operasi. Pemeriksaan  mi­krobiologi  udara  secara rutin tidak di­an­jurkan. Asupan air harus memperoleh air steril yang telah dalam keadaan hy­pochlorite.         (simposia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar